Keadaan Desa Sungsang, Sumatera Selatan (bagian 2)

Hai! Saya Casandra, seorang mahasiswi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya, Indralaya-Palembang angkatan 2012. Sekarang saya sudah memasuki semester 6 dan Insya Allah akan wisuda pada tahun 2016 mendatang :)

Di postingan yang pertama, saya sudah menceritakan mengenai keadaan sosial dan lingkungan di Desa Sungsang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Kali ini, yang akan saya ceritakan adalah pengalaman saya ketika berada di sebuah Bagan Tancap nelayan setempat selama satu malam. Saya berada disana demi membuat sebuah film dokumenter yang menjadi tugas kuliah saya. Judul film itu adalah "4 Meter di Atas Laut", dimana saya sendiri yang menulis naskahnya sekaligus menjadi presenter dalam film pendek itu. Film tersebut dapat disaksikan di Youtube dengan judul yang sama :)

Pengenalan Terhadap Bagan Tancap
Bagan Tancap adalah sebuah alat penangkapan ikan menggunakan jaring angkat, dimana pengoperasiannya hanya terjadi pada malam hari atau dikenal dengan Light Fishing. Masyarakat Desa Sungsang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan bagan tancap, walaupun tidak sedikit pula yang bekerja di atas kapal. Bagan tancap berlokasi di tengah laut dengan kedalaman perairan yang cukup dangkal, yaitu antara 7-10 meter.
Bagan Tancap di Selat Bangka
Di atas bagan tancap, terdapat gubuk kecil yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi nelayan yang bekerja di bagan tersebut. Gubuk itu sangat sederhana, isi di dalamnya hanyalah tikar sebagai alas tidur, dapur kecil, toilet outdoor, dan tungku serta bejana besar untuk merebus ikan hasil tangkapan. Walaupun terbuat dari kayu, namun bagan tancap sangatlah kokoh dan aman untuk ditinggali, terutama di perairan dengan cuaca yang tidak terlalu ekstrim, seperti di perairan selat.
Struktur Bangun Bagan Tancap


Saya bersama rekan-rekan seperjuangan berangkat dari Dermaga Desa Sungsang IV menaiki kapal milik seorang nelayan bernama Badrun. Pak Badrun ini bukanlah nelayan bagan tancap. Ia hanya menawarkan jasa kepada kami untuk mengantar ke lokasi yang kami maksud. Lamanya perjalanan sekitar 1 jam. Setibanya disana, kami langsung disambut oleh Pak Senen, pemilik bagan tancap tersebut. 

Disana, ada 4 nelayan yang bekerja untuk Pak Senen, diantaranya adalah Pak Sahar, Kak Sili, Kak Wili, dan Kak Wendi. Di bagan tancap, memang memiliki sistem "bos dan anak buah", sama halnya dengan nelayan pada umumnya. "Bos" disini artinya orang yang mempunyai hak kepemilikan atas bagan tancap beserta kelengkapannya. Sedangkan "anak buah" artinya orang yang bekerja untuk sang pemilik bagan dengan upah yang sudah ditetapkan oleh pemiliknya. Berarti tidak ada sistem bagi hasil disini. Karena modal sepenuhnya dari si pemilik tadi.

Ketika malam menjelang, semua nelayan bergegas mempersiapkan peralatan, seperti jaring, katrol dan lampu petromaks. Ketika jaring diturunkan, maka lampu petromaks akan bergeser mengarah ke luar bagan tancap. Hal itu sudah diatur sedemikian rupa, agar lampu petromaks langsung mengarah keluar ketika jaring diturunkan menggunakan katrol. Saat jaring diangkat kembali setelah 15 menit, maka yang akan terjadi adalah sebaliknya, yaitu lampu petromaks akan masuk kembali ke area bagan tancap. Dengan demikian, ikan-ikan diluar area bagan akan masuk ke dalam jaring mengikuti cahaya dari lampu. Cara penangkapan menggunakan cahaya lampu seperti ini dikenal dengan Light Fishing. Dan sifat biota laut yang tertarik pada cahaya disebut dengan Phototaksis.

Setelah ikan diangkat dari jaring, ikan kemudian dipisahkan satu-persatu berdasarkan jenisnya. Saat itu terdapat beberapa jenis ikan, diantaranya Ikan Bilis, Ikan Barakuda, Ikan Permata, belut laut dan juga cumi-cumi serta sotong. Jaring di bagan tancap memang dikhususkan untuk menjaring ikan-ikan kecil, namun jika beruntung, nelayan bisa mendapatkan barakuda berukuran 1 meter. Tetapi hal itu sangat jarang terjadi. Ikan-ikan yang ditangkap disini pada dasarnya adalah ikan yang nantinya akan diasinkan dan dijual ke pengecer sebagai ikan asin. Caranya adalah dengan menyiangi ikan tangkapan tersebut, kemudian merebusnya di dalam sebuah bejana besar sekaligus. Setelah direbus, barulah keesokan paginya ikan-ikan dijemur hingga kering dan siap dijual.





Demikianlah keseharian nelayan di bagan tancap. Waktu itu saya dan rekan-rekan hanya berkesempatan untuk menginap di lokasi itu selama satu malam saja, dikarenakan masih disibukkan oleh jadwal kuliah. Tapi pengalaman itu sungguh tak terlupakan. Saya mendapatkan banyak pelajaran berharga dari tempat itu. Andaikan waktu itu jadwal kuliah saya tidak terlalu padat, pasti saya tidak akan mau meninggalkan bagan itu :D

Saya hanya bisa membagikan cerita ini kepada pembaca. Saya harap kisah perjuangan nelayan dapat menginspirasi kita semua untuk tetap berjuang demi hidup, walau sesulit apapun.

Jangan lupa saksikan film dokumenter 4 Meter di Atas Laut ! Dapat ditonton melalui YOUTUBE dengan judul yang sama. Dijamin ga boring, pokoknya seru deh!


salam
JALES VEVA JAYA MAHE
Indralaya & Palembang




Comments

Popular posts from this blog

Keadaan Desa Sungsang, Sumatera Selatan (bagian 1)

Flashback ke Semester 3 - Serunya Kelautan